Sabtu, 26 Desember 2015

Purwakarta: Ini Sunda atau Bali?


Kain poleng -- kain kotak-kotak hitam putih – yang membalut pohon-pohon yang tumbuh di pinggir jalan maupun di beberapa taman di Purwakarta mengesankan kota ini seperti berada di Pulau Dewata. Pertanyaannya, Purwakarta ini Sunda atau Bali?


       Setiap daerah memiliki motto, ikon, karakter dan kekhasannya sendiri. Sejak Purwakarta dipimpin oleh Dedi Mulyadi, penataan kota Purwakarta disulap seperti berada di Pulau Dewata. Padahal sebelumnya, Purwakarta dikenal sebagai Kota Tasbih.

      
      Memasuki Purwakarta, kita sudah disuguhi gapura-gapura yang menghiasi wajah kota, patung-patung besar yang terinspirasi dari tokoh perwayangan dan harimau putih, hingga kain kotak hitam-putih yang membalut pohon-pohon di pinggir jalan dan taman kota. 

       Ketika ditanya, sebagian besar masyarakat Purwakarta tidak mengetahui makna dan filosofi kain kotak hitam-putih atau yang disebut kain poleng yang menjadi ciri khas Bali. Di daerah asalnya, banyak bangunan dan tempat yang diberikan aksen kain poleng. Sebut saja seperti di Pantai Sanur, Pantai Kuta, Istana Tampak Siring, Pertunjukkan Seni Barong, Pasar Tradisional Sukowati, dan sebagainya. 

       “Saya tidak tahu, itu kain apa. Saya juga tidak tahu makna dan filosofi kain yang dililitkan pada pohon itu. Kebanyakan masyarakat menilai, kain kotak-kotak hitam putih itu hanya sebatas seni dan penghias kota saja,” kata Wahyu, salah seorang warga Purwakarta yang bekerja di konveksi.

       Di Bali, penggunaan kain poleng biasa kita jumpai untuk payung, umbul-umbul, tugu, patung, kentongan. Bahkan pohon yang ada di pura pun banyak dililit dengan kain poleng. Kain poleng  juga banyak digunakan untuk menghias benda-benda profan baik di perkantoran maupun di hotel. Misalnya untuk meja makan dan dekorasi ruangan.

Filosofi Kain Poleng

        Perlu diketahui, kain poleng adalah kain yang bercorak kotak-kotak persegi dengan warna hitam-putih seperti papan catur. Bagi masyarakat Bali, kain poleng adalah bagian dari kehidupan religius umat Hindu di Bali. Itulah sebabnya, kain poleng menjadi salah satu icon ciri khas Bali, dan digunakan untuk keperluan religius yang sifatnya sakral.

       Menurut kepercayaan masyarakat Hindu Bali, di setiap tempat ada penunggunya. Itulah sebabnya, warga setempat meletakkan kain poleng pada beberapa bangunan dan pohon-pohon sebagai penolak bala dan terhindar dari pengaruh-pengaruh buruk, penyeimbang antara negatif dan positif. Kain poleng pun dipercaya melindungi masyarakat Bali.

       “Tapi ini Purwakarta, bukan Bali. Seharusnya Purwakarta punya karakter dan kekhasannya sendiri. Dulu Purwakarta dikenal sebagai Kota Tasbih & Kota Santri. Sekarang entah kemana. Mau dibawa kemana Purwakarta?” ungkap Wahyu.

       Wahyu menyayangkan jika sebelumnya Purwakarta selalu diisi dengan keagamaan, seperti Tabligh Akbar, kini lebih mengedepankan agenda kebudayaan. “Bahkan, yang saya ketahui, ada himbauan dari Bupati agar menggelapkan rumah warga setiap bulan purnama. Tapi masyarakat mengabaikan himbauan itu,” ujarnya. (Desastian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar