Saat
menjalankan misinya ke pedalaman Sabah, Aisyah tidak menyebut misinya sebagai
misi dakwah, melainkan misi kemanusiaan. Meski sesungguhnya merupakan program
Islamisasi yang dirintis sejak Pemerintahan Tun Mustapha ketika itu.
Aisyah
Binti Abdul Halim. Dia adalah muslimah negeri jiran asal Malaysia yang selama
ini giat berdakwah di pedalaman Sabah, Malaysia. Sejak bergabung dengan Majelis
Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia (MAPIM), sebuah NGO kemanusiaan yang
didirikan di Malaysia, Aisyah bersama rekan-rekan seperjuangannya, memberikan
edukasi dan mengenalkan tauhid kepada masyarakat setempat yang sebelumnya
beragama Kristen dan memiliki kepercayaan Pagan.
Sabah adalah salah satu negara bagian di Malaysia dan
juga merupakan salah satu dari 13 negara bagian pendiri di dalam persekutuan
Malaysia di Pulau Borneo. Terletak di
timur laut pulau Kalimantan, Sabah adalah negara bagian kedua terbesar di Malaysia
setelah tetangganya di barat daya, Serawak.
Sabah
juga berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia. Ibukota negara
bagian ini adalah Kota. Sabah sering disebut sebagai "Negeri di Bawah
Bayu" (Land Below the Wind), sebuah frase yang digunakan oleh
pelaut pada masa lalu.
Saat
menjalankan misinya ke pedalaman Sabah, Aisyah tidak menyebut misinya sebagai
misi dakwah, melainkan misi kemanusiaan. Meski sesungguhnya merupakan program
Islamisasi yang dirintis sejak Pemerintahan Tun Mustapha ketika itu.
Tun
Datu Mustapha pernah menjabat sebagai Ketua Menteri Sabah pada tahun 1965-1973.
Beliau juga penggagas Pertubuhan Kebangsaan Sabah Bersatu (USNO) dan pernah
menjabat Presiden Pertubuhan Islam Sabah Bersatu (USIA).
Perjuangan
Islam yang dibawa oleh Tun Mustapha memberikan dampak atas kemajuan gerakan
Islam di Sabah, dimana beliau berjaya merubah negeri Sabah menjadi negeri yang mulanya
minoritas beragama Islam menjadi negeri yang bermayoritas penduduk beragama
Islam.
“Tun
Mustafa berdakwah ke hutan-hutan pedalaman di Sabah untuk mengislamkan
orang-orang disana sejak tahun 1960-70 an. Asal usul Tun Mustafa sendiri adalah
berketurunan Suluk, sebuah wilayah di Selatan Philipina,” kata Aisyah yang
sudah aktif di berdakwah di pedalaman Sabah sejak 2004.
Dalam
menjalankan misi dakwahnya, Tun Mustapha menghadapi rintangan dan selalu saja
ada yang tak senang. Hingga suatu ketika pesawat Tun Mustapha dan rombongan,
ditembak jatuh ke laut, hingga menyebabkan beliau wafat.
Setelah
Tun Mustapha wafat tak ada lagi kesimbangungan dakwah di pedalaman Sabah.
Bahkan tidak ada penerus beliau untuk melanjutkan misi dakwahnya terhaap
masyarakat yang sudah memeluk Islam maupun yang belum mendapat sentuhan dakwah.
“Untuk melanjutkan misi dakwah Tun Mustapha, maka MAPIM didirikan dan aktif
sejak 2004. Ketika itu saya masih berusia 14 tahun,” kata Aisyah.
Setiap
masuk pedalaman Sabah, setiap pendakwah akan menjumpai “Pendakyah” atau Misionaris.
Jika muslim menyebutnya pendakwah, sedangkan Nasrani menyebutnya pendakyah.
Pendakwah dan Pendakyah telah saling mengenal.
Yang
menarik, adalah ada beberapa nama penduduk setempat di pedalaman Sabah, sebut
saja seperti Umar al Faruq, Rasul, Abdurrahaman. Meski nama mereka seperti nama
muslim, tapi mereka beragama Kristen. Usut punya usut, nenek moyang mereka
sebelumnya adalah muslim, namun setelah ketiadaan Tun Mustapha, kelangsungan dakwah
di pedalaman Sabah terhenti. Kevakuman itu kemudian diisi oleh misionaris
Kristen, dan lambat laut penduduk yang semula muslim kemudian kembali
di-Kristenkan.
“Di
pedalaman Sabah, suku Murud, Dusun, Bajao, Sungai (di Indonesia disebut Dayak) hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini
dimanfaatkan misionaris dengan memberikan bantuan makanan, pakaian, yang semua
itu merupakan misi kemanusiaa sebetulnya,” tukas Aisyah.
Untuk mengembalikan agama semula masyarakat pedalaman Sabah sebagai muslim, MAPIM bergerak di bidang kemanusiaan untuk membantu mereka dalam aspek pendidikan dan ekonomi. “Misi kami tidak menyebutnya sebagai misi dakwah, melainkan misi kemanusiaan. Melalui misi kemanusiaan, program kami dapat diterima oleh masyarakat setempat, tak terkecuali yang beragama Kristen. Ini sebagai strategi dakwah saja.” (Desastian)