“Kami menjalin silaturahim dan punya banyak teman
dan relasi. Orang Indonesia sangat baik menyambut tamu. Dalam hal pelayanan,
kami dijamu, dengan memberikan tempat bermalam dan santapan yang lezat. Mereka
rela membantu. Ketika kami ingin membayar tempat bermalam dan makan, mereka
menolaknya.”
Sejak
tanggal 11 Mei 2016, rombongan backpacker negeri jiran yang merupakan gabungan
dari NGO Malaysia, yakni MAPIM (Majelis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia)
dan Pertubuhan Dakwah Backpacker Malaysia, bertolak dari Kuala Lumpur menuju
Aceh, kemudian melanjutkan perjalanan ke Medan, Lampung hingga Depok dengan
menggunakan jalur darat. Dari Depok lanjut ke Bogor dan berakhir di Bandung
untuk kembali ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Direncanakan,
pengembaraan itu berakhir hingga tanggal 26 Mei 2016. Dari Depok dilanjutkan
menuju Mega Mendung, Bogor, dan berakhir di Kota Bandung. Rombongan terdiri
dari tujuh orang, yakni: Muhammad Nur Akmal Shamsudin, Aisyah Binti Abdul Halim,
Tahreer Al Ghamri, Muhammad Nur Hidayat, Azfarizal Azfariey, dan Muhammad
Syahmi Fitri.
Dijelaskan
Ketua Pertubuhan Dakwah Backpacker Malaysia, Azfarizal Azfariey, selain ingin
mengenal lebih jauh suku, bangsa dan agama, kami juga ingin napak tilas tempat
terjadinya tragedi Tsunami beberapa tahun yang lalu. Tak terkecuali mengunjungi
kamp pengungsi Rohingya.
Backpackers
dan NGO Malaysia ini juga ingin mengetahui perihal pondok pesantren yang ada
Indonesia dan sistem pendidikannya. Di Lhoksemawe Aceh misalnya, mereka
mengunjungi pesantren Ma’had Raudhah Tafizh Quran. Juga rumah anak yatim dan
janda korban Tsunami yang dibiayai oleh PKPU dan bantuan dari IHH, sebuah NGO
ternama asal Turki.
Dari
Aceh lalu bertolak ke Medan. Disana rombongan berjumpa dengan perwakilan dari
Al Aqsha Working Group (AWG), sebuah NGO Indonesia yang selama ini peduli dan
memberikan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina. “Alhamdulillah, kami
dilayani dengan baik.”
Dari
Medan, mereka bergerak menuju Lampung melalui jalur darat dengan menggunakan
bus angkutan umum. Selama dua hari dua malam perjalanan mereka dari Medan
hingga tiba di Lampung. Di Lampung mengunjungi Pondok pesanten di Kampung
Muhajirun Natar. Pesantren tersebut merupakan pesantren tahfiz Al Qur’an, mulai
dari SD-SMP, hingga SMA.
“Ponpes
ini menerapkan syariah Islam dengan baik. Setiap wanitanya berjilbab, dan
mereka, mulai dari anak-anak hingga yang tua senantiasa memberi salam kepada
siapa saja yang ditemui,meski tak dikenal.”
Masih
di Lampung, rombongan berkesempatan menemui Ketua MUI Lampung Selatan dan
Pesantren Ushuluddin. Dari lampung Selatan mereka melanjutkan perjalanan menuju
Jakarta dengan menggunakan bus. Tiba di Terminal Kampung Rambutan pukul 05.00
pagi. Dari Kampung Rambutan, mereka menuju Kota Depok
“Kesan
selama perjalanan, Alhamdulillah tidak ada kesulitan, orang Indonesia sangat
mesra, setiap kami turun bis pasti ditanya mau kemana. Kalau pun ada, biasanya
kami dikerjai soal harga, atau diturunkan lalu ditukar dengan bis lain yang
sesak penumpangnya,” kata Azfar.
Kerjasama NGO Indonesia
Ketua
rombongan Muhammad Nur Akmal Shamsudin menyebut, perjalanan
ini sebagai Kembara Dakwah Backpacker atau semacam Safari Dakwah. Kembara ini
merupakan misi yang kedua, sebelumnya mereka telah menjelajah ke beberapa
negara ASEAN, seperti Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam, juga menggunakan
jalur darat dari Malaysia.
“Kembara
Dakwah Backpacker ini merupakan kegiatan tahunan. Selama tiga minggu, kami jelajah ke negara-negara ASEAN di bulan
Ramadhan, dan merayakan Idul Fitri di perantauan. Sedangkan Indonesia adalah
kembara kami yang kedua. Direncanakan, tahun depan kami akan kembara ke pedalaman Sabah, Brunei dan Kalimantan, Insya Allah,” jelas Akmal.
Dikatakan
Akmal yang ditemani istrinya (asal Gaza-Palestina) itu menjelaskan, perjalanan
ini bukan semata melihat pemandangan alam Indonesia yang cantik, tapi juga
dalam rangka dakwah, misi kemanusiaan, sekaligus silaturahim dengan beberapa
NGO dan lembaga pendidikan di Indonesia.
“Dengan
silaturahim kami akan melakukan kongsi (kerjasama) dengan sejumlah NGO yang ada
di Indonesia untuk misi dakwah dan kemanusiaan di masa yang akan datang,”ujar
Akmal.
Selama
di Aceh, backpacker ini ingin mengetahui lebih dekat tempat terjadinya Tsunami
dan tempat kamp pengungsi Rohingya di Kuala Langsa dan Lhoksemawe. “Kami
ziarahi tempat kejadian Tsunami saudara muslim tertindas di Kamp Pengungsi
Kuala Langsa dan Lhoksemawe terkait pengungsi Rohingya. Sebelumnya, NGO
Indonesia juga sempat mengunjungi pengungsi Rohingya di Malaysia dan Thailand
dalam misi yang dinamakan Road For Peace,” tukas Akmal.
Lebih
lanjut Akmal mengatakan, dalam kunjungannya ke kamp pengungsi Rohingya, MAPIM
sebagai NGO kemanusiaan ingin mengetahui apa kebutuhan yang diperlukan oleh
pengungsi Rohingya. Diharapkan MAPIM akan “berkongsi” atau bekerjasama dengan
NGO-NGO Indonesia yang giat di bidang kemanusiaan, khususnya dalam membantu
pengungsi Rohingya.
“MAPIM dan Pertubuhan Dakwah Backpaker Malaysia
telah konsen dan berpengalaman dalam mengurusi pengungsi Rohingya yang ada di
Malaysia sejak tahun 2012.
Kesan di
Perjalanan
Hal
yang membuat kagum backpacker Malaysia ini adalah ketika tas ransel mereka
tertinggal di Lampung Selatan. Ketika itu kami hendak bertolak ke Merak untuk
menyebran di Pelabuhan Bekahuni.
“Perjalanan
kami menelan waktu 2 jam dari Lampung Selatan menuju pelabuhan. Kemudian,
relawan AWG segera mengantarkan tas ransel yang tertinggal untuk menemui kami.
Kebetulan ada salah seorang ustad yang mau pergi ke Jakarta. Akhirnya tas kami
kembali.
Selama
berada di Indonesia, mulai dari Aceh, Medan, Lampung hingga Depok, backpackers
Malaysia bertemu dengan pengasuh Pondok Pesantren, sejumlah NGO dan ormas Islam
seperti PKPU, Dompet Dhuafa, Front Pembela Islam, KNRP-Depok, dan rekan lama
yang pernah bekerjasama saat event Road For Peace (misi kemanusiaan ke
Malaysia, Thailand, dan Perbatasan Myanmar).
Hingga
saat ini rombongan tak menemui kesulitan dalam perjalanan. Segalanya berjalan
lancar, Alhamdulillah. Sejak berada di Aceh pada 11 Mei lalu, kemudian di
Depok, perjalanan mereka sudah memasuki hari ke sembilan (19 Mei). Kami
bekerjasama dengan jurnalis asal Indonesia, khususnya Islampos dan Depokpos,
Azfar menjelaskan, banyak pelajaran dari
kunjungannya ke Indonesia. “Kami menjalin silaturahim dan punya banyak teman dan relasi. Orang Indonesia sangat baik menyambut tamu. Dalam hal pelayanan, kami dijamu, dengan memberikan tempat bermalam dan santapan yang lezat. Mereka rela membantu. Ketika kami ingin membayar tempat bermalam dan makan, mereka menolaknya.” (Desastian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar