Senin, 23 Mei 2016

Aisyah, Pegiat Dakwah dan Kemanusiaan di Pedalaman Sabah




Saat menjalankan misinya ke pedalaman Sabah, Aisyah tidak menyebut misinya sebagai misi dakwah, melainkan misi kemanusiaan. Meski sesungguhnya merupakan program Islamisasi yang dirintis sejak Pemerintahan Tun Mustapha ketika itu.



Aisyah Binti Abdul Halim. Dia adalah muslimah negeri jiran asal Malaysia yang selama ini giat berdakwah di pedalaman Sabah, Malaysia. Sejak bergabung dengan Majelis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia (MAPIM), sebuah NGO kemanusiaan yang didirikan di Malaysia, Aisyah bersama rekan-rekan seperjuangannya, memberikan edukasi dan mengenalkan tauhid kepada masyarakat setempat yang sebelumnya beragama Kristen dan memiliki kepercayaan Pagan.

Sabah adalah salah satu negara bagian di Malaysia dan juga merupakan salah satu dari 13 negara bagian pendiri di dalam persekutuan Malaysia di Pulau  Borneo. Terletak di timur laut pulau Kalimantan, Sabah adalah negara bagian kedua terbesar di Malaysia setelah tetangganya di barat daya, Serawak.

Sabah juga berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia. Ibukota negara bagian ini adalah Kota. Sabah sering disebut sebagai "Negeri di Bawah Bayu" (Land Below the Wind), sebuah frase yang digunakan oleh pelaut pada masa lalu.

Saat menjalankan misinya ke pedalaman Sabah, Aisyah tidak menyebut misinya sebagai misi dakwah, melainkan misi kemanusiaan. Meski sesungguhnya merupakan program Islamisasi yang dirintis sejak Pemerintahan Tun Mustapha ketika itu.

Tun Datu Mustapha pernah menjabat sebagai Ketua Menteri Sabah pada tahun 1965-1973. Beliau juga penggagas Pertubuhan Kebangsaan Sabah Bersatu (USNO) dan pernah menjabat Presiden Pertubuhan Islam Sabah Bersatu (USIA).
Perjuangan Islam yang dibawa oleh Tun Mustapha memberikan dampak atas kemajuan gerakan Islam di Sabah, dimana beliau berjaya merubah negeri Sabah menjadi negeri yang mulanya minoritas beragama Islam menjadi negeri yang bermayoritas penduduk beragama Islam.

“Tun Mustafa berdakwah ke hutan-hutan pedalaman di Sabah untuk mengislamkan orang-orang disana sejak tahun 1960-70 an.  Asal usul Tun Mustafa sendiri adalah berketurunan Suluk, sebuah wilayah di Selatan Philipina,” kata Aisyah yang sudah aktif di berdakwah di pedalaman Sabah sejak 2004.

Dalam menjalankan misi dakwahnya, Tun Mustapha menghadapi rintangan dan selalu saja ada yang tak senang. Hingga suatu ketika pesawat Tun Mustapha dan rombongan, ditembak jatuh ke laut, hingga menyebabkan beliau wafat.

Setelah Tun Mustapha wafat tak ada lagi kesimbangungan dakwah di pedalaman Sabah. Bahkan tidak ada penerus beliau untuk melanjutkan misi dakwahnya terhaap masyarakat yang sudah memeluk Islam maupun yang belum mendapat sentuhan dakwah. “Untuk melanjutkan misi dakwah Tun Mustapha, maka MAPIM didirikan dan aktif sejak 2004. Ketika itu saya masih berusia 14 tahun,” kata Aisyah.

Setiap masuk pedalaman Sabah, setiap pendakwah akan menjumpai “Pendakyah” atau Misionaris. Jika muslim menyebutnya pendakwah, sedangkan Nasrani menyebutnya pendakyah. Pendakwah dan Pendakyah telah saling mengenal.

Yang menarik, adalah ada beberapa nama penduduk setempat di pedalaman Sabah, sebut saja seperti Umar al Faruq, Rasul, Abdurrahaman. Meski nama mereka seperti nama muslim, tapi mereka beragama Kristen. Usut punya usut, nenek moyang mereka sebelumnya adalah muslim, namun setelah ketiadaan Tun Mustapha, kelangsungan dakwah di pedalaman Sabah terhenti. Kevakuman itu kemudian diisi oleh misionaris Kristen, dan lambat laut penduduk yang semula muslim kemudian kembali di-Kristenkan.

“Di pedalaman Sabah, suku Murud, Dusun, Bajao, Sungai (di Indonesia disebut Dayak)  hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini dimanfaatkan misionaris dengan memberikan bantuan makanan, pakaian, yang semua itu merupakan misi kemanusiaa sebetulnya,” tukas Aisyah.  
 
Untuk mengembalikan agama semula masyarakat pedalaman Sabah sebagai muslim, MAPIM bergerak di bidang kemanusiaan untuk membantu mereka dalam aspek pendidikan dan ekonomi. “Misi kami tidak menyebutnya sebagai misi dakwah, melainkan misi kemanusiaan. Melalui misi kemanusiaan, program kami dapat diterima oleh masyarakat setempat, tak terkecuali yang beragama Kristen. Ini sebagai strategi dakwah saja.” (Desastian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar