BENARKAH
masyarakat adat Sunda meyakini Prabu Siliwangi sebagai sosok yang dikaitkan
dengan mitos dan penuh mistik? Sampai-sampai Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi
mengajak masyarakat untuk menyebut nama Prabu Siliwangi sebanyak tiga kali,
saat melintasi Jalan Tol Cikopo- Palimanan. Mengingat jalan tol tersebut sering
terjadi kecelakaan hingga berujung maut.
“Jika
ingin selamat di Jalan Tol Cikopo-Palimanan, selain berhati-hati dan tidak
mengendarai kendaraan di atas kecepatan maksimal, dan yang paling utama harus
menyebut nama Prabu Siliwangi sebanyak tiga kali,” ungkap Dedi.
Bahkan
Bupati Gianyar Provinsi Bali, Anak Agung Gede Agung Barata saat Festival Purwakarta Gianyar di Alun-alun
Purwakarta (14/3) menyebut Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sebagai Prabu
Siliwangi masa kini.
Ulama
kharismatik asal Jawa Barat, KH Muhammad Husni Thamrin, menepis anggapan bahwa
Prabu Siliwangi adalah seorang beragama Hindu. Sebagai orang Sunda yang tahu
sejarah Jawa Barat, Kiai Husni Thamrin menegaskan Prabu Siliwangi menikah
dengan Nyi Subang Larang, saksinya adalah ulama besar Syekh Quro yang makamnya
di Karawang.
“Dari
hasil pernikahannya, pasangan Prabu Siliwangi dan Nyi Subang Larang itu
dikaruniai dua orang anak, yang bernama Kiansantang dan Rara Santang. Rara
Santang kemudian menikah dengan Syarif Hidayatullah yang dikenal Sunan Gunung
Jati. Karena itu, pendapat yang mengatakan, mereka keturunan Hindu itu sangat
keliru,” ungkap Kiai Husni Thamrin di hadapan masyarakat Purwakarta dan Imam
Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab, Sabtu (19/12) lalu.
Menurut
Pimpinan Majelis Al Ihya Bogor ini, orang Sunda di Purwakarta harus angkat
bicara, untuk menegaskan bahwa mereka orang Islam. Ia berpesan umat Islam
Purwakarta agar tidak diam. Purwakarta harus dipelihara akidah dan iman
Islamnya, sebagaima identitas Purwakarta sebagai kota Santri. Purwakarta,
menurutnya, harus menjadi benteng ahlusunnah wal jamaah.
“Lihat
keadaan sekeliling kita saat ini, kita harus cintai Islam, kita peluk Islam
dengan erat, tetapi Islam abangan, Islam kejawen, Islam budi luhur, itu harus
dihilangkan,” jelasnya.
Hal
senada juga dikatakan ulama asal Banten, KH Fachrurrozi yang mengaku sebagai
keturunan dari Raja Padjajaran Prabu Siliwangi ke-21 dari Nyi Mas Ratu Rara
Santang.
“Dahulu
keluarga saya, nenek moyang saya, Kian Santang dengan orang tuanya Prabu
Siliwangi berjuang supaya masyarakat pada masuk Islam,” ujar Kyai Fachrurrozi,
dalam aksi yang digelar di Gedung Sate Bandung sebelumnya (7/12).
Dikatakan
KH Fachrurrozi, Dedi Mulyadi ingin menyesatkan saudara-saudara muslim di
Purwakarta, dengan mencatut nama Prabu Siliwangi. Dedi mengatakan, jika ingin
selamat saat melewati jalan tol Cipali harus menyebut nama Prabu Siliwangi
sebanyak tiga kali.
Mitos Prabu
Siliwangi
Siapakah
sebenarnya Prabu Siliwangi yang diyakini masyarakat Sunda selama ini? Kisah
Prabu Siliwangi sangat dikenal dalam sejarah Sunda sebagai Raja Padjajaran.
Salah
satu naskah kuno yang menjelaskan tentang perjalanan Prabu Siliwangi adalah
kitab Suwasit. Kitab tersebut menceritakan perjalanan Prabu Siliwangi dimulai
dari ayahnya, Prabu Anggararang, Raja Kerajaan Gajah.
Setelah
Prabu Anggararang merasa puteranya layak memangku jabatan raja, akhirnya
kerajaan diserahkan kepada Pangeran Pamanah Rasa (sebelum bergelar Siliwangi).
Mengenai
nama Siliwangi, dijelaskan bahwa nama tersebut adalah gelar setelah Pangeran
Pamanah Rasa masuk Islam sebagai salah satu syarat mempersunting murid Syaikh
Quro, yakni Nyi Ratu Subanglarang.
Dari
isteri ketiga ini, kemudian melahirkan Kian Santang yang bergelar Pangeran
Cakrabuana di Cirebon dan Rara Santang, ibunda Sunan Gunung Jati.
Bersamaan
dengan luasnya wilayah Gajah, kemudian Prabu Siliwangi menciptakan senjata
Kujang, berbentuk melengkung dengan ukiran harimau di tangkainya.
Senjata
tersebut kemudian menjadi lambang Jawa Barat. Nama kerajaan Gajah pun diganti
menjadi kerajaan Padjajaran. Ihwal nama itu dimaksudkan untuk menjajarkan
(menggabung) kerajaan Gajah dengan kerajaan Harimau Putih.
Kisah
dalam Kitab Suwasit diakhiri dengan mokhsa (menghilang) dan dipindahkannya
kerajaan Pajajaran ke alam Gaib bersama Harimau Putih.
Pada
kitab yang sudah diterbitkan oleh Jelajah Nusa, dikisahkan setelah menjadi
kerajaan Gajah, Pangeran Pamanah Rasa melakukan pengembaraan hingga di sebuah
hutan di wilayah Majalengka.
Ketika
hendak meminum air dari curug (air terjun), Pangeran Pamanah Rasa dihadang oleh
siluman Harimau Putih sehingga terjadi pertarungan hebat hingga setengah hari.
Namun oleh Pangeran Pamanah Rasa, siluman Harimau itu bisa dikalahkan dan
tunduk padanya.
Kitab
yang diterbitkan dengan sambutan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan itu
kemudian mengisahkan bahwa Harimau Putih berubah wujud menjadi manusia untuk
mendampingi pengembaraan Pangeran Pamanah Rasa hingga menaklukkan kerajaan Galuh
dengan bantuan Harimauu Putih. Bahkan disebutkan, ketika terjadi penyerangan
oleh kerajaan Mongol (mungkin masa Kubilai Khan), kerajaan Gajah dibantu
pasukan Harimau Putih.
Tentunya,
meskipun kental dengan unsur mitos, kitab tersebut merupakan sumber sejarah
yang sangat penting. Hilangnya Prabu Siliwangi beserta kerajaannya sampai saat
ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sehingga banyak beredar
cerita-cerita Moksanya Prabu Siliwangi.
Yaya
Suryadarma, seorang Muslim bersuku Sunda yang juga Ketua Jaringan Jurnalis
Indonesia (JJI) mengaku cerita sejarah yang mengisahkan Prabu Siliwangi telah
bercampur dengan mitos.
“Saya
sebagai orang Sunda yang Muslim menganggap kisah Prabu Siliwangi ada unsur
takhayul atau mitosnya. Legenda tetap legenda. Namun, harus diakui, mitos itu
seolah menjadi lumrah bagi masyarakat Sunda. Tentu, antara sejarah yang ilmiah
dan mitos harus dipisahkan,” terangnya.
Yang
pasti, Yaya sebagai Muslim, tidak menyakini atau pun memohon pada kekuatan lain
seperti Prabu Siliwangi, selain kepada Allah SWT. “Hanya kepada Allah, tempat
saya berlindung, meminta dan mohon keselamatan. Bukan kepada Prabu Siliwangi,” ujar dia. [Desmoreno]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar