Rabu, 30 Maret 2016

Mendorong Anak Rajin Shalat




Diperlukan upaya yang serius dan kesabaran dari orangtua, juga suasana yang kondusif dari lingkungan

Shalat Dzuhur di sekolah bukan hal baru bagi Huda. Setiap hari ia menunaikan kewajiban itu bersama guru dan teman-temannya di sekolah. Namun, lain halnya di rumah. Hampir empat kali sehari ibunya harus bersitegang dulu dengannya agar Huda mau shalat. Apalagi kalau tiba waktu shalat shubuh, nyaris dapat dipastikan, Huda shalat kesiangan karena bangun kesiangan dan ngambek.

Ibu Huda sebenarnya sudah berulangkali mengajak Huda shalat dengan cara lemah lembut. Namun, Huda pun berkali-kali membuat ibunya hilang kesabaran setiap kali mengingatkannya shalat.

Kasus Huda sebenarnya bukan masalah baru bagi orangtua, terutama para ibu yang lebih sering mendampingi  anak-anak di rumah. Dengan memiliki anak yang rajin mendirikan shalat, apalagi bisa mencintai shalat maka orangtua bagai sudah mendapat separuh jaminan akan kebahagiaan hidup si anak di dunia dan di akhirat. Tak lain karena shalatlah pengingat bagi seseorang di keadaan sempit ataupun lapang, solusi bagi setiap masalah, pencegah perbuatan keji dan mungkar; disamping hukumnya yang wajib untuk ditegakkan setiap Muslim.

Namun, bagaimana dengan anak-anak yang kerap bersikap seperti Huda? Apa yang bisa kita lakukan sebagai orangtua?

Pertama, hal yang harus dilakukan adalah pembagian tugas yang jelas diantara orangtua. Membiasakan anak shalat bukan hanya tugas seorang ibu. Yang lebih pas untuk membiasakan anak shalat sejatinya adalah seorang ayah. Seorang ayah memiliki wibawa untuk menetapkan aturan yang berlaku di rumah, termasuk aturan mendirikan shalat. Dengan wibawa ayah, anak akan lebih mematuhi perintah shalat secara disiplin.

Terlebih lagi yang akan dihisab di hari kiamat tentang tanggung jawab atas istri dan anak yang dipimpin adalah ayah. Karena itu, keberadaan ayah diwaktu-waktu shalat (terutama di jam rumah ayah) adalah sebuah keharusan dan penegasan bagi anak. Disinilah pentingnya ayah tak hanya berpikir untuk memberikan materi bagi keluarga. Selain peran ayah sebagai pemimpin keluarga, seorang ayah juga penanggung jawab bagi anak dan istri di dunia dan di akhirat.

Kedua, anjurkanlah anak untuk shalat berjamaah dengan teman-temannya di rumah. Ingatkanlah anak bahwa ia akan bertemu dengan teman-teman sepermainannya yang shalat berjamaah di masjid. Keceriaan shalat bersama teman akan membuat anak termotivasi mendirikan shalat di masjid tepat waktu. Akan tetapi, jangan lupa untuk mengingatkan anak untuk tidak bercanda atau berlari-lari dalam masjid ketika shalat berjamaah sedang berlangsung.

Ketiga, peran lingkungan untuk menciptakan atmosfer “rajin shalat” juga sangat diperlukan. Ajaklah masjid untuk “bersikap ramah anak”. Banyak masjid dan pengurusnya yang menganggap anak-anak sebagai gangguan. Anak-anak selalu dihardik dan dimarahi ketika tertawa dan berlari bahkan sebelum shalat dimulai. Diam bukanlah karakter asli anak-anak. Anak-anak yang aktif dan ceria adalah tanda anak yang sehat dan bahagia. Jangan terlalu banyak berharap anak akan duduk tenang dan manis ketika berada di masjid. Biarkan mereka nyaman berada di masjid dengan karakter asli mereka.

Bahkan, bila mereka sudah merasa masjid adalah rumah kedua mereka, langkah untuk membuat rajin shalat sudah jauh terlampaui. Dengan membuat masjid sebagai tempat yang nyaman bagi anak akan mudah membuat mereka bersemangat mempelajari ilmu-ilmu syariah dan menjalankan bersama teman-temannya.

Bila waktu shalat tiba terutama menjelang Maghrib, ada baiknya bukan menyuruh anak masuk ke dalam rumah, melainkan masuk ke masjid.
Tentu kita tak akan lupa bahwa masjidlah tempat Rasulullah Saw menggembleng para sahabat dan tempat dimana para pejuang kemerdekaan memompa semangat melawan penjajah. Maka, adalah tnggung jawab kita bersama mengembaikan fungsi masjid sebagai sarana keislaman dan keilmuan.

Keempat, jangan lupakan peran doa dalam setiap usaha kita. Begitupun dengan masalah merajinkan anak shalat lima waktu. Berdoa bagi orangtua terutama dalam memohon keteguhan anak dalam menjalankan hal-hal yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya adalah perkara penting yang tidak boleh ditinggalkan. Apalagi godaan setan tak hanya diperuntukkan bagi orang dewasa tetapi juga pada anak-anak diusia mereka belum mengerti apa-apa sekalipun. Doakan anak agar istiqomah menegakkan shalat dan ajarkan juga mereka untuk berdoa meminta pada Allah SWT agar selalu dimudahkan dalam mengerjakan shalat.

Ajarkan doa Nabi Ibrahim as yang diabadikan dalam Al-Quran, “Robbiij’alnii muqimash-shalati wamin dzurriiyatii, robbana wataqobbal du’aa (Ya Tuhan kami, jadikan aku orang yang mendirikan shalat, demikian pula keturunanku. Ya Tuhan kami, perkenankan doa kami) Qs. Ibrahim : 40”

Kelima, ini yang paling sering sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh orangtua. Jangan menuntut terlalu banyak pada anak. Seringkali kita berharap agar anak shalat seperti apa yang telah kita lakukan. Baik gerakan maupun bacaan shalat. Penuh lima waktu, juga di awal waktu.

Bagi anak, terutama yang masih berusia di bawah 10 tahun, mau mengikuti perintah kita untuk shalat saja sudah sangat baik. Terutama bila ia sekolah hingga sore dan masih ditambah kegiatan lain sepulang sekolah. Jangan sampai, shalat menjadi beban berat baginya dan membuatnya tidak menyukai shalat.

Pada usia 5 tahun, ketika anak sudah shalat sesuai waktunya, meski jumlah raka’at dan bacaannya masih kacau, atau gerakannya belum sempurna, maka itu sudah lebih dari cukup. Pada usia 5 tahun ini, cukup ajarkan anak membaca surat Al-fatihah dan gerakan shalat dengan benar. Bisa juga dikenalkan nama-nama shalat 5 waktu (bisa lewat lagu).

Setelah berusia 6 tahun, mulai dikenalkan hitungan raka’at dalam shalat, bacaan atau doa ruku’, dan sujud, juga hafalan surat2 pendek. Ketika anak berusia 7 tahun, bisa mulai diajarkan do’a iftitah, i’tidal, duduk diantara 2 sujud, tahiyat awal dan akhir, juga menambah hafalan2 surat pendeknya. Juga bisa melatih anak untuk mulai shalat diawal waktu.

Yang perlu diingat oleh orangtua : pada usia ini anak masih dalam tahap belajar, belum baligh, dan secara syar’i pun anak belum memikul kewajiban untuk shalat tepat waktu dengan benar.

Keenam, disaat anak belum baligh inilah, kita wajib mempersiapkan aqil-nya. Yaitu, kesiapan dan kematangannya sebelum baligh. Bila sudah baligh maka anak wajib shalat, maka diusia menjelang baligh, 7 sampai 10 tahun, anak diberi pemahaman akan makna shalat, mengapa perlu shalat, dan mengapa shalat wajib ditegakkan seorang Muslim.

Pemahaman ini bisa dilakukan orangtua melalui cerita-cerita orang-orang shalih yang selalu menegakkan shalat dan berhasil dalam hidupnya. Seperti Muhammad Al-Fatih II yang berhasil menaklukan Konstantinopel atau Imam Bukhari dan Imam Muslim yang berhasil meriwayatkan hadits yang dijadikan panduan kaum Muslimin sedunia dalam mengikuti sunnah Rasulullah Saw,hingga hari ini.

Sampaikanlah dengan gaya santai dan menyenangkan, sehingga anak lebih mudah untuk memahami dan tidak merasa didikte. Bila anak-anak sudah memiliki pemahaman ini (aqil), anak akan lebih mudah menjemput balighnya dengan kesiapan menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.

Kartika Ummu Arina* (Penulis buku Jadilah Suami Istri Bijak)

8 Perkara Umat Islam Jangan Abaikan Shalat

 Subuh kesiangan, Zuhur kerepotan, Ashar di perjalanan, Maghrib kecapekan, Isya ketiduran. Itulah potret umat Islam saat ini. Meski mayoritas di negeri muslim, namun realitanya, tak sedikit yang abai menjalankan syariatnya.

Istilah “Islam KTP” sepertinya begitudominan di kalangan umat Islam Indonesia. Salah satu rukun Islam yang diabaikan adalah menegakkan shalat. Padahal, shalat itu adalah tiangnya agama. Allah Swt berfirman, Dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Ahzab: 33). Di ayat yang lain, Allah berfirman, Tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56).

Tentu saja shalat, bukan sekedar menggugurkankewajiban, tapi memahami esensinya. Sebagaimana firman-Nya, “Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45).
Apa saja hikmah shalat, dan kenapa umat Islam tak bolehmengabaikan shalat? Berikut penjelasannya:

Shalat Tiang Agama

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda: Islam dibangun di atas lima pilar: Syahadat bahwa tidak ada Tuhan (yang hak) kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji ke Baitullah, dan berpuasa di  bulan Ramadhan.”(HR. Bukhari Muslim).

Rasulullah Saw bersabda: “Shalat adalah tiang agama, maka siapa yang mendirikan shalat, berarti ia menegakkan sendi-sendi agama, dan siapa yang meninggalkan shalat, berarti ia telah meruntuhkan sendi-sendi agama.” Maka tegakkan tiang-tiang agama itu, agar kita tidak termasuk sebagai orang yang meruntuhkan agama.

• Amalan yang Pertama Kali Dihisab

Kenapa shalat tak boleh ditinggalkan? Karena shalat adalah amal yang akan ditanya di hari perhitungan nanti. Dari Abu Hurairah ra berkata: “Aku mendengar Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik ia benar-benar telah beruntung dan sukses. Dan jika shalatnya rusak benar-benar telah celaka dan merugi.”(HR. at-Tirmidzidan an-Nasa’i).

• Angkat Derajat dan Diberi Kemudahan

Rasullullah Saw bersabda, “Hendaklah kamu memperbanyak sujud, sesungguhnya sujud satu saja karena Allah niscaya Allah mengangkat satu derajat dan Allah menghapus satu kesalahanmu.” (HR Muslim).

Bukan hanya mengangkat derajat seseorang, tapi juga akan diberi kemudahan dan jalan keluar.  “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153).

Ibnu Katsir berkata, “Allah Taala menjelaskan bahwa sarana terbaik sebagai penolong dalam memikul musibah adalah kesabaran dan shalat. ”Karena itu shalat adalah sebaik-baik solusi dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan kesulitan hidup. Karena tidak ada cara yang lebih baik dalam mendekatkan diri seseorang dengan Rabb-nya kecuali dengan shalat. Kata Rasulullah Saw: “Posisi paling dekat seorang hamba dengan Rabb-Nya adalah ketika dia sujud, maka perbanyak doa.” (HR Muslim).

Ingat kisah Nabi Yunus as, ketika Allah menegurnya: “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.(QS. ash-Shafât:143-144).

 • Pembatas Kafir dan Muslim

Tegas Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja, maka dia kafir terang-terangan.” (HR. Ahmad). Dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim dari Jabir).

Perjanjian (yang membedakan) antara kami dan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa yang sengaja meninggalkannya maka ia telah menjadi kafir.” (HR. Ahmad).

• Dijauhkan dari Syaitan

Imam Ali as berkata: “Jika seseorang berdiri melaksanakan shalat maka Iblis menghadap kepadanya sambil memandangnya dengan hasud karena melihat rahmat yang menyelimutinya.”

Itulah sebabnya, shalat mencegah perbuatan keji dan munkar. Namun, Imam Hasan al-Bashri rahimahullâh mengatakan: “Wahai, anak manusia. Shalat adalah perkara yang dapat menghalangimu dari maksiat dan kemungkaran. Jika shalat tidak menghalangimu dari kemaksiatan dankemungkaran, maka hakikatnya engkau belum shalat”.

·       Menjadikan Wajah Bercahaya

Tidak sama wajah orang shalat dan tidak shalat. Adapun “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.. (Al Qiyamah:22) Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. (Al insan:11) Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh kenikmatan. (Al Mutahaffifin:24).

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan..”(Yunus:26).

Sedangkan orang yang tidak  shalat disebutkan, “Barangsiapa yang lalai daripada mengingatKu, maka baginya kehidupan yang sempit” . Dan wajah-wajah pada hari itu muram..(Al Qiyamah:24).

• Masuk Neraka Wail dan Saqar

Seharusnya kita bergetar ketika mendengar ayat ini. “Apakah yang memasukkan kamu kedalam (neraka) Saqar?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian". (QS al-Muddatstsir: 42-47).

Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah Saw bersabda: “Shalat adalah tiang agama, maka barangsiapa yang meninggalkan shalatnya secara sengaja maka ia telah menghancurkan agamanya, dan barangsiapa meninggalkan waktu-waktunya maka ia akan memasuki Wail, yakni sebuah lembah di neraka Jahannam sebagaimana  Allah Swt berfirman: Maka Wail bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Maa’uun: 4 dan 5).


• Dikumpulkan Bersama Qarun dan Fir’aun

Orang yang meninggalkan shalat kelak pada hari kiamat akan dihimpun bersama Qarun, Fir’aun, Hamman, dan Ubay bin Khalaf. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang menjaga (shalat)nya, ia akan memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Dan siapa yang tidak menjaganya, ia tidak akan punya cahaya, petunjuk, dan tidak selamat. Dan kelak pada hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir’aun, Hamman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Ibnu Hibban)

Itulah sebabnya Nabi Ibrahim as berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.(QS: Ibrahim: 40).

Semoga kita termasuk hamba-Nya yang menegakkan shalat, dan takut dengan siksa-Nya di Yaumul Hisab (perhitungan) kelak. Masihkah kita mengabaikan shalat? (Adhes Satria)

Jika Saja Umat Islam Shalat 50 Waktu



“Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis).” (QS. Al-Isra: 1)

Annas bin Malik megatakan, Rasulullah bersabda: Allah memerintahkan shalat sebanyak 50 waktu sebagai kewajiban atasku dan umatku.” Setelah  menerima perintah (shalat) itu Nabi Saw kembali berpapasan dengan Nabi Musa as seraya berkata: Apa yang diwajibkan oleh Tuhanmu kepada umatmu? Nabi Saw menjawab, “Shalat sebanyak 50 waktu.”

Nabi Musa berkata, “Kembalilah menghadap Tuhanmu, sesungguhnya umatku tidak akan sanggup melaksanakannya.” Maka Nabi Muhammad kembali  dan meminta keringan pada Tuhannya seperti yang disarankan oleh Nabi Musa. Kemudian Allah memberikan keringanan sehingga jumlahnya menjadi separuhnya.

Setelah itu Nabi Saw kembali bertemu Musa as, dan menyarankan agar meminta keringanan pada Tuhannya untuk kedua kalinya. “Kembalilah kepada Tuhanmu, sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melaksanakannya.”

Lalu Nabi Saw lagi-lagi menemui Tuhannya untuk memohon keringanan, dan Allah memberi keringanan menjadi lima waktu. Allah berfirman: “Inilah lima waktu shalat yang wajib, nilainya sama dengan lima puluh waktu dan kalam-Ku tidak dapat berubah lagi.”

Lagi Nabi Saw bertemu Nabi Musa as, dan lagi-lagi Musa meminta Nabi Muhammad saw agar meminta keringanan untuk ketiga kalinya. Tapi kali ini Nabi Saw tidak menemui Tuhannya untuk memohon keringaan yang kesekian kalinya seperti yang disarankan Musa as. Nabi Saw berkata: “Aku sangat malu bertemu Tuhanku.”

Setelah itu Jibril membawa Nabi Muhammad saw ke Sidratul Muntaha yang diselimuti berbagai warna yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Setelah itu, Nabi Saw diizinkan masuk kedalam surga, didalamnya ditemukan tembok-tembok kecil yang terbuat dari mutiara dan tanahnya mengeluarkan wangi kesturi.” (HR. Bukhari).

Melihat Penghuni Neraka

Peristiwa Isra Mi’raj terjadi dengan rohani dan jasmani, bukan mimpi dalam tidur. Bagi orang yang beriman, peristiwa ini dialami Rasulullah dalam keadaan sadar dan terjaga. Ketika itu terjadi perdebatan sengit diantara para sahabat, bahkan tak sedkit yang murtad. 

Kaum orientalis kemudian melontarkan sejumlah pertanyaan sinis seperti ini:  Kenapa peristiwa Isra’ Miraj terjadi di malam hari, kenapa tidak di siang hari agar bisa dilihat dan diyakini orang? Kalau memang mu’jizat itu terjadi dengan kekuatan Allah, kenapa terjadi dalam semalam, bukan sekejab mata?
Ketika orang lain meragukan dan mengingkari kisa perjalanan ghaib Rasulullah ke Sidratul Muntaha, sahabat Abu Bakar As-Shiddiq lah yang membenarkan kabar tersebut.

Dalam perjalanan mir’ajnya, Rasulullah melewati suatu kaum yang sedang bercocok tanam dan sedang menuai pada hari itu juga. Setiap kali mereka tuai, setiap itu pula tanaman tersebut tumbuh kembali, seperti sebelum menuai. Lalu Rasulullah bertanya kepada Jibril. “Siapa mereka itu ya Jibril? Jibril menjawab, “Mereka adalah kaum mujahidin fi sabilillah. Pahala yang diberikan kepada mereka berlipat ganda hingga 700 kali lipat.”

Kemudian, Rasulullah juga melihat seorang wanita tua. Pada kedua lengannya berderet perhiasan yang mempesona. Rasulullah bertanya lagi kepada Jibril, lalu Jibril menjawab, “Ia adalah dunia dengan berbagai perhiasan yang ada padanya.”

Selanjutnya, Rasulullah melihat orang yang sedang memukul kepala dengan batu hingga pecah. Dari pecahan kepala itu mengucur banyak darah. Lalu kepada itu kembali sediakala, setelah itu kembali memukul kepalanya dengan batu hingga berdarah dan seterusnya hingga berkali-kali. Rasulullah bertanya kepada Jibril. “Siapa mereka ya Jibril? Jibril menjawab, mereka adalah orang yang bermalas-malasan dalam menunaikan shalat wajibnya.”

Dalam Mi’rajnya, Rasulullah juga melihat suatu kaum yang memotong-motong lidah dan bibirnya sendiri dengan menggunakan gunting dari besi. Setiap kali lidah dan bibirnya terpotong, setiapkali itu pula  bibir dan lidahnya kembali seperti sediakala, lalu dipotong lagi dan seterusnya. Rasulullah bertanya kepada Jibril, siapa mereka? Jibril menjawab, mereka adalah penceramah dan ahli pidato fitnah yang kerjanya menyuruh orang mengerjakn sesuatu, tapi mereka tidak melakukannya. Mereka orang yang suka ceramah, tapi tidak sesuai dengan kata dan perbuatannya.

Kemudian, Rasulullah melihat seekor banteng besar keluar dari dalam perut yang besar, lalu banteng itu ingin masuk lagi, tapi tak bisa, Rasulullah terheran-heran. Maka beliau bertanya kepada Jibril dan dijawab, “Ia adalah perumpaan seorang yang berjanji dan bersumpah, tapi tak mampu ditunaikan.
Rasulullah juga melihat suatu kaum berenang di lautan darah. Mereka berenang disana dan memakan batu-batuan ke dalam mulutnya. Nabi Saw bertanya kepada Jibril tentang mereka, lalu dijawab, “Mereka adalah pemakan uang riba.”

Lanjut, Rasulullah melihat orang-orang yang meninggalkan daging segar dan mengerumuni daging busuk. Rasulullah bertanya kepada Jibril, siapa mereka? Jibril menjawab, “Mereka adalah para pezina. Lelaki yang mempunyai istri halal dan sehat, tetapi ditinggalkan dan mencari perempuan haram yang berpenyakit. Begitu pula sebaliknya, perempuan yang mempunyai suami yang  halal dan sehat, tapi dia mencari lelaki yang haram di jalan.”

Tak lama kemudian, Rasulullah melihat seorang lelaki sedang memikul barang yang tidak kuat dipikulnya, namun ia masih menambah pikulannya itu dengan memasukkan barang-barang lain. Rasulullah bertanya tentang orang itu, dan Jibril menjawab, “Ia adalah orang yang sedang membawa amanat meskipun tidak sanggup ditunaikan. Bebannya sudah berat, ia tambah lagi dengan amanat yang baru.” (Desastian)