Kamis, 17 Maret 2016

Syekh Ali Jabir: Al Quran Dibajak Karena Salah Guru



Atas nama Al Qur’an, Islam dibajak. Diantara mereka ada yang memahami Al Qur’an dengan hawa nafsunya, untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Juga karena ditafsirkan semaunya, dipelajari dan dibimbing oleh guru yang salah. Akibatnya terjadi pemahaman yang menyesatkan.

“Mereka memahami Al Qur’an tanpa guru. Atau karena mendapat guru yang salah. Inilah yang menjadi masalah. Untuk mendalami dan memahami Al Qur’an, butuh ulama yang ahli Qur’an, paham tafsir, dan mendalami asbabun nuzulnya. Terkait pemahaman soal jihad, mereka hanya fokus ayat jihad. Padahal ada ayat tentang wala wal bara. Akibat memahami ayat sepotong-sepotong, keliru jadinya.”

Demikian dikatakan Syekh Ali Jaber kepada Cahaya Madinah usai wisuda daurah “Program Mahir Al Qur’an di Yayasan Syekh Ali Jaber di Jatinegara Barat, Jakarta Timur, belum lama ini.

Menurut Syekh Ali, kasus teroris di Indonesia, terkait dengan kepentingan politik. Diantara kepentingan itu adalah menghancurkan Islam dari dalam. Akibatnya, justru yang menjadi korban adalah umat Islam itu sendiri .

“Jika ingin memahami kebenaran, duduklah bersama ulama yang lurus, kemudian dengan niat yang ikhlas, pasti Allah akan membuka  mata hatinya, dan menunjukkan kebenaran. Persoalannya, jika hatinya dipenuhi oleh hal-hal yang subhat, menolak tafsir lain, bahkan menganggap semua ulama (yang tak sependapat dengannya) kafir, dan menilai pemerintah kafir, akibatnya menjadi sukar untuk berdialog dengan mereka,” ujarnya.

Lebih lanjut Syekh Ali mengatakan, mereka membawa dan mengatasnamakan Al Qur’an, tapi salah mengartikan dan memahami Al Qur’an. Mereka mencomot ayat yang mereka inginkan. Padahal kalau dikembalikan pada asbabun nuzul nya, pemahaman mereka menjadi salah. Masalah ini seharusnya menjadi perhatian ulama. Bila perlu menggelar muktamar untuk meneliti lebih jauh ayat-ayat jihad agar tidak disalahpahami. Termasuk membahas umat Islam yang dituduh terlibat jaringan teroris.
Syekh Ali juga mengusulkan agar dihadirkan ulama yang memiliki keahlian psikologi untuk membahas psikologi jiwa, kenapa jihad disalahartikan. Bisa saja, diantara mereka ada yang merasa terancam dan tidak dihargai. Seyogianya, jika mereka memahami Al Qura’n, pasti diarahkan pada jalur rahmatan lil ‘alamin. Bukan malah mengarahkan sesuatu yang menyesatkan.

Ketika ditanya apakah mereka bisa disebut kelompok Khawarij? Ditegaskan Syekh Ali, yang jelas, mereka hampir putus asa, ingin hijrah tapi salah arah. Ingin menjadi orang baik, tapi tak punya lingkungan yang baik. Ingin curhat pada ulama, tapi tidak diberi ruang dan waktu. Akibatnya tertekan, sakit hati, kemudian jiwanya terganggu.

“Seseorang yang tercuci otaknya, bisa jadi karena kondisi jiwanya yang tidak sehat. Walaupun mereka belajar Al Qur’an, tapi mata hatinya tertutup dari kebenaran,” ungkap Syekh Ali Jaber.

Merasa Diri Paling Benar

Di zaman sahabat, ada kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali ra, padahal yang mengkafirkan itu penghafal Al Qur’an. Allah sudah berkata, tidak ada sedikitpun celah dan keraguan dari Al Qur’an, tapi kenapa masih saja ada yang salah memahami Al Qur’an.
 
“Selain salah guru, mereka tidak gunakan akal dan jiwa yang sehat, bahkan merasa dirinya yang paling benar dan yang lain kafir. Jika sudah merasa dirinya yang paling benar, sebenarnya inilah sifat sombong. Padahal, sifat sombong itu menutupi kebenaran dan cahaya hati nurani. Yang tidak sependapat dengannya dianggap kafir, termasuk ulama yang tak sepaham pun dianggap kafir. Bahkan polisi dan tentara pun divonis kafir. Seolah hanya dirinya yang punya kunci surga. Padahal, surga itu bukanlah ditangan mereka, tapi Allah dan Rasul-Nya.”

Syekh Ali Jaber mengajak umat Islam, khususnya pihak yang terlibat ajaran bahaya dan sesat, agar sama-sama menjaga negeri ini dengan kemaslahatan yang lebih besar. Harus diakui, pemerintah punya banyak kekurangan, begitu juga aparat hukum yang kurang maksimal dalam menjalankan tugasnya, tapi jangan sampai melontarkan kata kafir, menghalalkan hartanya, apalagi menghalalkan darahnya untuk dibunuh.

Sudah saatnya umat Islam meningkatkan kualitas ilmu dan pemahaman agamanya. Jika sudah memiliki dasar ilmu, jauhkan kata takfir (saling mengkafirkan dengan sesama muslim), dan tahdzir. Pemahaman agama yang keliru berawal dari jahil atau jahiliyah (kebodohan). Terlebih, di akhir zaman ini, fitnah terjadi dimana-mana, semoga kita terhindar dari segala fitnah.

“Ayo sama-sama kita perbaiki kesalahan, sempurnakan kekurangan menuju kebaikan. Allah tidak perintahkan kita untuk menggerakkan bumi ini menjadi khilafah, tapi Allah perintahkan kita agar menjadi orang baik, muslim sejati, hingga  Allah letakkan khalifah di muka bumi.”

Khilafah Dimulai Dari Diri Sendiri

Lebih lanjut Syehk Ali mengatakan, khilafah itu tak perlu dikejar.  Allah tidak perintahkan kita untuk mengejar negara khilafah, tapi yang Allah perintahkan adalah agar kamu menjadi khalifah di muka bumi dengan menjadi orang baik dan saleh. Soal khilafah itu urusan Allah. Hanya Allah yang meletakkan khalifahnya di bumi.

Yang harus kita lakukan adalah menjadi orang beriman dan bertakwa, beramal shaleh, tunaikan kewajiban, seperti membayar zakat, menjaga amanah, jauhkan syirik, sempurnakan iman kepad Allah, dan bertawakal kepada Allah.

“Jika itu semua sudah ditunaikan, maka tugas Allah adalah meletakkan khalifahnya di muka bumi. Jadi tak perlu mengejar negeri ini menjadi khilafah. Tanpa aturan Al Qur’an, tidak mungkin khilafah terwujud. Pahami dan amalkan Al Quran yang sebenarnya, pasti Allah wujudkan orang-orang yang layak menjadi pemimpin dan khalifah di bumi ini,” ujarnya.

Dikatakan Syekh Ali, dulu sahabat Nabi tak pernah meributkan soal khilafah, tapi siapa yang layak menjadi khalifah. Yang harus disiapkan adalah generasi Qur’ani yang perilakunya seperti khalifah, akhlaknya khalifah, sifat jujur dan amanahnya khalifah, hablumminallah dan hablumninannas –nya khalifah.

“Jika pemimpinnya baik, tapi rakyatnya tidak baik, tidak akan terwujud khilafah.Untuk menyiapkan khilafah harus dimulai dari diri sendiri. Karena, khilafah tidak turun dari langit, tapi tumbuh dari tanah kita sendiri. Jika rakyat dan pemimpinnya masih berantakan, jangan harap ada khilafah.”

Syekh Ali berharap Indonesia aman dan damai. Apalagi negeri ini terdiri dari berbagai macam suku dan budaya. Pemerintahnya harus tegas, adil saja tidak cukup, tanpa ada ketegasan hukum. Jika adil dan tegas telah ditunaikan, Insya Allah negeri yang baldatun wa rabbun ghafur akan terwujud, dan Allah senantiasa melindungi umat ini dari segala marahabaya dan fitnah akhir zaman. (Desastian)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar